Sabtu, 23 Mei 2009

Dominasi Jakarta Ancam Eksistensi TV Lokal

Senin, 12 Mei 2008 @ 14:33 WIB

Eksistensi TV lokal masih terseok-seok. Belum memadainya sumberdaya manusia, kecukupan teknis infrastruktur, hingga struktur industri televisi yang memusat di Jakarta dinilai sebagai akar masalah yang belum terurai sampai saat ini. Alih-alih mendapatkan manfaat ekonomi dan sosial yang maksimal dari industri penyiaran televisi, daerah dan masyarakatnya malah didera ancaman hanya menjadi koloni dari modal Jakarta. Kesimpulan kritis ini terangkum dalam Dialog Publik ”Prospek TV Daerah di Tengah Dominasi TV Jakarta” di Medan, Sumatera Utara (12/5), kerjasama antara KPI Pusat dan KPID Sumatera Utara.

”Salah satunya muncul dalam wujud penetrasi budaya Jakarta, seperti penggunaan bahasa, karena siaran televisi saat ini lebih banyak memuat siaran TV Jakarta,” terang anggota KPI Pusat Izzul Muslimin yang menjadi salah satu narasumber acara tersebut.

Istilah TV Jakarta ini, menurut Izzul dapat diberikan kepada lembaga penyiaran televisi yang saat ini masih bersiaran secara nasional. ”Padahal, sebenarnya mereka adalah TV Jakarta karena menurut UU Penyiaran 2002 sudah tidak ada lagi istilah TV Nasional. Yang ada adalah TV-TV Lokal yang dapat bersiaran dengan sistem berjaringan,” tegas Izzul yang membidangi bidang struktur dan sistem penyiaran di KPI Pusat.

Mengomentari penundaan pemerintah terhadap pemberlakuan Sistem Stasiun Berjaringan (SSB) sampai dengan akhir tahun 2009 yang berarti dilakukan seusai Pemilu, Izzul berharap semua pihak pemangku tanggungjawab nantinya dapat bersikap konsisten menegakkan aturan SSB ini. ”Kita berharap ada konsistensi dari siapapun yang akan terpilih sebagai presiden, DPR, ataupun menteri (Menkominfo),” harap Izzul.

Kehawatiran serupa juga disampaikan oleh narasumber-narasumber lainnya, yaitu Wakil Ketua KPID Sumut Bambang Soedjiartono, Agung Darmajaya dari televisi anak Space Toon, dan J. Anto dari KIPPAS (Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatra.

J. Anto, misalnya, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap eksistensi salah satu TV lokal di Sumatera Utara yang megap-megap. ”Mereka susah mencari iklan. Akhirnya, ironisnya, spot iklan mereka dijual sama nilainya dengan iklan di radio,” ungkap salah satu pendiri yayasan yang eksis sejak tahun 1999 ini.

Akibatnya, lanjut J. Anto, sangat mungkin TV lokal ini nantinya tumbuh hanya sebagai koloni dari modal Jakarta atau hanya menjadi perpanjangan tangan dari Jakarta. ”Ini bisa berwujud sebagai koloni budaya, selera, maupun cara berpikir,” tambahnya.

Agung Darmajaya dari televisi anak Space Toon juga turut menyoroti pemasukan iklan yang lari ke Jakarta, padahal dari Medan saja bisa terhitung sekitar 1,2 triliun. ”Pemasukan untuk daerahnya mana?,” tanya Agung.

Persoalan konten lokal yang masih minim juga menjadi sorotan dalam acara ini. Selain karena masalah struktur dominasi dari Jakarta, kapasitas sumberdaya manusia di Sumatera Utara juga harus ditingkatkan.

Acara di acara Space Toon, terang Agung, meski belum banyak saat ini juga ada konten lokal yang dikemas dalam program kartun. ”Baik isi maupun pembuatnya asli dari lokal Medan,” tutur Agung.

”Butuh kreativitas, seperti JTV di Jawa Timur yang melakukan dubbing acara film ke dalam bahasa Jawa Timuran,” tambahnya.

Bloggaul.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar